Isnin, 30 Julai 2012

TANGISAN NABI shallahu 'alaihi wa sallam,

..meninggal dalam keadaan menggeliat menghadapi sakaratul maut di pangkuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam…inilah yang membuat beliau mengalirkan air mata...
...kehilangan seorang anak suami atau isteri yang dicintai saja sudah terasa sangat berat maka bagaimana lagi jika kehilangan enam orang anak sebagaimana yang dialami oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?. Kerananya Allah menyediakan ganjaran yang besar bagi seseorang yang bersabar kerana kehilangan  ...

TANGISAN NABI shallahu 'alaihi wa sallam,
TATKALA KEHILANGAN ORANG YANG DICINTAI,

Jika anda pernah kehilangan kekasih…
Jika kesedihan meliputi hatimu kerana kehilangan buah hati tercinta….
Air mata tak kunjung berhenti kerana kehilangan istri tercinta…
Ibu yang tersayang dan penyayang telah pergi meninggalkan kenangan…
Sahabat yang setia dan siap berkorban telah berpisah dengan dunia….
Maka ingatlah…..semuanya pernah dialami oleh Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam


Sungguh merupakan perkara yang sangat menyedihkan dan sangat berat tatkala seseorang harus kehilangan orang yang dicintainya, baik anak yang disayang, apalagi berbakti, ibu yang penyayang, sahabat dekat, isteri tercinta dan lain-lain.

Allah berfirman

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS Al-Baqaroh : 155)

As-Syaikh As-Sa'di rahimahullah berkata :

{ وَالأنْفُسِ } أَيْ: ذَهَابُ الأَحْبَابِ مِنَ الْأَوْلاَدِ، وَالأَقَارِبِ، وَالأَصْحَابِ

"(Dan jiwa) yaitu dengan perginya orang-orang yang dicintai, baik anak-anak, kerabat, maupun sahabat" (Taisiir Al-Kariim Ar-Rahmaan hal 155)

Tentunya semakin tinggi iman seseorang maka akan semakin tinggi ujian yang akan dihadapinya. Dan tidak diragukan lagi bahwasanya ujian-ujian yang pernah dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ujian yang sangat berat. Nabi telah diuji dengan ujian-ujian yang berat dan bermacam-macam. Diantara ujian-ujian tersebut adalah perginya orang-orang yang dikasihi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah kehilangan ayahnya sebelum kelahirannya…ia tidak pernah merasakan belaian ayahnya…tidak pernah melihat senyuman ayahnya

Demikian pula ia telah kehilangan ibunya yang sangat beliau sayangi tatkala berusia enam tahun. Tatkala  ibu membawanya untuk bersafar menziarahi kerabat/paman-paman ayahnya dari Bani ‘Adi bin Najjaar di kota Madinah. Tatkala di tengah perjalanan pulang ke Mekah di suatu daerah yang bernama Abwaa' (antara kota Madinah dan Mekah) maka  ibu tercinta pun sakit. Hingga akhirnya sang ibupun meninggal di tempat tersebut (lihat As-Siirah An-Nabawiyah fi Dloui al-Mashoodir al-Ashliyah hal 110). Semua itu dilihat dan disaksikan oleh Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kita boleh bayangkan bagaimana kesedihan yang meliputi hati kecil Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala menyaksikan di hadapannya  ibu yang sakit parah hingga meninggalkan dunia ini….

Ini semua kesedihan yang telah dirasakan oleh Nabi semenjak kecil beliau.

Sebagaimana manusia yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengalami apa yang dirasakan oleh manusia yang lain, seperti kegembiraan, kesedihan, keriangan, kesempitan, kelapangan, sehat, sakit, kehidupan dan kematian. Kerananya jika Nabi mengalami kesedihan maka terkadang air mata beliau mengalir…

PERTAMA : Tangisan Nabi tatkala puteranya Ibrahim meninggal

Sungguh berat ujian yang dihadapi oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seluruh anak beliau meninggal sebelum beliau, kecuali Fathimah radhiallahu 'anhaa yang meninggal setelah meninggalnya Nabi.

Jika kehilangan seorang anak yang dicintai saja sudah terasa sangat berat maka bagaimana lagi jika kehilangan enam orang anak sebagaimana yang dialami oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam?. Karenanya Allah menyediakan ganjaran yang besar bagi seseorang yang bersabar kerana kehilangan buah hatinya.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى لِمَلائِكَتِهِ : قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي ؟ فيقولونَ : نَعَمْ . فيقولُ : قَبَضْتُمْ ثَمَرَة فُؤَادِهِ ؟ فيقولونَ : نَعَمْ . فيقولُ : مَاذَا قَالَ عَبْدِي ؟ فيقولونَ : حَمدَكَ وَاسْتَرْجَعَ . فيقول اللهُ تَعَالَى : ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتاً في الجَنَّةِ ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ

"Jika anak seseorang meninggal maka Allah berkata kepada para malaikatnya, "Apakah kalian telah mengambil nyawa putera hambaku?", mereka menjawab, "Ya". Allah berkata, "Apakah kalian telah mengambil buah hatinya?", mereka menjawab, 'Ya". Allah berkata, "Apakah yang diucapkan oleh hambaKu?", mereka berkata, "HambaMu memujimu dan beristrjaa' (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji'uun)". Allah berkata, "Bangunkan bagi hambaKu sebuah rumah di surga dan namakan rumah tersebut dengan "Rumah pujian" (HR At-Thirmidzi no 1021 dan dishahihkan oleh Al-Albani di As-Shahihah no 1408)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dianugerahi enam orang putera-puteri yaitu Qosim, kemudian Zainab, kemudian Rugayah, kemudian Ummu Kaltsum, kemudian Fathimah (dan ada yang berpendapat bahwa Ummu Kaltsum lebih muda daripada Fathimah), kemudian Abdullah yang dilahirkan setelah kenabian. Kedua putera beliau Qosim dan Abdullah meninggal tatkala masih kecil, adapun keempat puteri beliau seluruhnya masuk Islam setelah kenabian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.

Maka boleh dibayangkan kerinduan Nabi untuk memiliki anak laki-laki, kerana yang tinggal hanyalah anak perempuannya. Akhirnya Allah menganugerahkan beliau dari Maariyah Al-Qibthiyah seorang putera yang beliau namakan Ibrahim.

Tatkala lahir Ibrahim maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan penuh gembira mengabarkannya kepada para sahabat.

وُلِدَ لِيَ اللَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ

"Malam ini aku dianugerahi seorang putrea, aku menamakannya dengan nama bapakku, Ibrahim" (HR Muslim no 3315)

Dan sebagaimana adat kaum Arab jika ada anak mereka yang lahir maka dicarikan juga baginya ibu susuan. Karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan Ibrahim kepada ibu susuannya Ummu Saif Khaulah binti Al-Mundzir Al-Ansariyah radhiallahu 'anhaa, yang memiliki seorang suami seorang pandai besi yang dikenal dengan Abu Saif. Mereka tinggal di daerah awali di Madinah.

Nabi sangat menyayangi Ibrahim, bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan jauh ke daerah ‘awali hanya untuk mencium putranya tersebut.

Anas Bin Malik –semoga Allah meridhoinya- berkata :

«مَا رَأَيْتُ أَحَدًا كَانَ أَرْحَمَ بِالْعِيَالِ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»، قَالَ: «كَانَ إِبْرَاهِيمُ مُسْتَرْضِعًا لَهُ فِي عَوَالِي الْمَدِينَةِ، فَكَانَ يَنْطَلِقُ وَنَحْنُ مَعَهُ فَيَدْخُلُ الْبَيْتَ وَإِنَّهُ لَيُدَّخَنُ، وَكَانَ ظِئْرُهُ قَيْنًا، فَيَأْخُذُهُ فَيُقَبِّلُهُ، ثُمَّ يَرْجِعُ»

"Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada anak-anak dari pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Putra Nabi (yang bernama) Ibrahim memiliki ibu susuan di daerah ‘Awaali di kota Madinah. Maka Nabipun berangkat (*ke rumah ibu susuan tersebut) dan kami bersama beliau. lalu beliau masuk ke dalam rumah yang ternyata dalam keadaan penuh asap. Suami Ibu susuan Ibrahim adalah seorang pandai besi. Nabipun mengambil Ibrahim lalu menciumnya, lalu beliau kembali" (HR Muslim no 2316)

Akan tetapi kegembiraan dan kebahagiaan ini tidak berlangsung lama kerana tatkala Ibrahim berumur 16 atau 17 bulan iapun sakit keras hingga meninggal dunia (lihat Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim karya An-Nawawi 15/76).

Anas bin Malik berkata:

أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - دَخَلَ عَلَى ابْنِهِ إبْرَاهيمَ - رضي الله عنه - ، وَهُوَ يَجُودُ بِنَفسِهِ ، فَجَعَلَتْ عَيْنَا رسولِ الله - صلى الله عليه وسلم - تَذْرِفَان . فَقَالَ لَهُ عبدُ الرحمانِ بن عَوف : وأنت يَا رسولَ الله ؟! فَقَالَ : (( يَا ابْنَ عَوْفٍ إنَّهَا رَحْمَةٌ )) ثُمَّ أتْبَعَهَا بأُخْرَى ، فَقَالَ : (( إنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ والقَلب يَحْزنُ ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا ، وَإنَّا لِفِرَاقِكَ يَا إبرَاهِيمُ لَمَحزُونُونَ ))

"Rasulullah masuk (*di rumah ibu susuan Ibrahim) menemui Ibrahim yang dalam keadaan sakaratul maut bergerak-gerak untuk keluar ruhnya. Maka kedua mata Nabi shalallahu 'alaihi wa sallampun mengalirkan air mata.

Abdurrahman bin 'Auf berkata, "Engkau juga menangis wahai Rasulullah?". Maka Nabi berkata, "Wahai Abdurrahman bin 'Auf, ini adalah rahmah (kasih sayang)". Kemudian Nabi kembali mengalirkan air mata dan berkata, "Sungguh mata menangis dan hati bersedih, akan tetapi tidak kita ucapkan kecuali yang diridhoi oleh Allah, dan sungguh kami sangat bersedih berpisah denganmu wahai Ibrahim"(HR Al-Bukhari no 1303)

Nabi juga berkata

إِنَّ إبْرَاهِيْمَ ابْنِي وَإِنَّهُ مَاتَ فِي الثَّدْيِ وَإِنَّ لَهُ لَظِئْرَيْنِ تُكَمِّلاَنِ رَضَاعَهُ فِي الْجَنَّةِ

"Sesungguhnya Ibrahim puteraku meninggal dalam masa persusuan, dan sesungguhnya baginya di syurga dua orang ibu susuan yang akan menyempurnakan susuannya" (HR Muslim no 2316)

Kita boleh membayangkan bagaimana kesedihan yang dirasakan Nabi…putera yang sangat disayanginya…yang sangat diharapkan setelah meninggalnya kedua puteranya dahulu…, meninggal dalam keadaan menggeliat menghadapi sakaratul maut di pangkuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam…inilah yang membuat beliau mengalirkan air mata


KEDUA : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala puterinya Ummu Kaltsum meninggal.

Anas bin Malik radhiallahu 'anhu berkata

شَهِدْنَا بِنْتَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى الْقَبْرِ فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ فَقَالَ : هَلْ فِيْكُمْ مِنْ أَحَدٍ لَمْ يُقَارِفِ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ أَبُوْ طَلْحَةَ : أَنَا قَالَ : فَانْزِلْ فِي قَبْرِهَا فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا فَقَبَرَهَا

"Kami menghadiri pemakaman puteri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasulullah duduk di atas mulut kuburan (*yang sudah digali). Aku melihat kedua mata beliau mengalirkan air mata, dan beliau berkata, "Apakah ada diantara kalian yang malam ini belum berbuat (*berhubungan dengan isteri)?. Abu Talhah berkata, "Saya". Nabipun berkata, "Turunlah engkau di kuburan puteriku!". Abu Thalhah lalu turun dan menguburkan puteri Nabi" (HR Al-Bukhari no 1342)

Puteri Nabi yang dikuburkan dalam hadits ini adalah Ummu Kaltsum radhiallahu 'anhaa dan bukan Rugayah, kerana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menghadiri wafatnya Rugayah kerana perang Badar (Lihat Syarah Shahih Al-Bukhari karya Ibnu Baththool 3/328, Fathul Baari 3/158, dan Irsyaadus Saari, karya Al-Qosthlaani 2/438)

KETIGA : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat salah seorang cucunya menggeliat menghadapi sakaratul maut

Usaamah bin Zaid rahdiallahu 'anhu berkata :

أرْسَلَتْ بنْتُ النَّبيِّ - صلى الله عليه وسلم - إنَّ ابْني قَد احْتُضِرَ فَاشْهَدنَا ، فَأَرْسَلَ يُقْرىءُ السَّلامَ ، ويقُولُ : ((إنَّ لله مَا أخَذَ وَلَهُ مَا أعطَى وَكُلُّ شَيءٍ عِندَهُ بِأجَلٍ مُسَمًّى فَلتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ )) فَأَرسَلَتْ إِلَيْهِ تُقْسِمُ عَلَيهِ لَيَأتِينَّهَا . فقامَ وَمَعَهُ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ ، وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ ، وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابتٍ ، وَرجَالٌ - رضي الله عنهم - ، فَرُفعَ إِلَى رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - الصَّبيُّ ، فَأقْعَدَهُ في حِجْرِهِ وَنَفْسُهُ تَقَعْقَعُ ، فَفَاضَتْ عَينَاهُ فَقالَ سَعدٌ : يَا رسولَ الله ، مَا هَذَا ؟ فَقالَ : (( هذِهِ رَحمَةٌ جَعَلَها اللهُ تَعَالَى في قُلُوبِ عِبَادِهِ ))

"Salah seorang puteri Nabi mengirimkan utusan kepada Nabi untuk mengabarkan bahwa : "Puteraku sedang sakaratul maut, maka hendaknya engkau datang". Nabipun mengirim utusan kepada puterinya tersebut dan mengirim salam kepadanya dan berkata, "Sesungguhnya milik Allah apa yang Allah ambil, dan milik Allah juga apa yang telah Allah anugerahkan, dan segala sesuatu di sisiNya ada waktu dan ketentuannya, maka hendaknya puteriku bersabar dan mengaharapkan pahala dari Allah".

Akan tetapi puteri Nabi kembali mengirimkan utusannya mengabarkan kepada Nabi bahwasanya puterinya telah bersumpah agar Nabi datang. Maka Nabipun datang bersama Sa'ad bin 'Ubaadah, Mu'adz bin Jabal, Ubai bin Ka'ab, Zaid bin Tsaabit dan beberapa sahabat lainnya radhiallahu 'anhum. Lalu anak itu diangkat oleh Nabi, Nabipun meletakkannya di pangkuannya sementara si anak meronta-ronta. (Melihat hal itu) maka kedua mata Nabipun mengalirkan tangisan. Sa'ad berkata, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis?".

Nabi berkata, "Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang Allah jadikan di hati para hambaNya" (HR Al-Bukhari no 1284 dan Muslim no 923)

Para ulama telah berselisih tentang siapakah puteri Nabi yang disebutkan dalam hadits ini?, kerananya mereka juga berselisih siapakah cucu Nabi yang disebutkan dalam hadits ini-?

Ada yang mengatakan bahwa puteri Nabi tersebut adalah Rugayah isteri Utsman bin 'Afaan, dan cucu nabi tersebut adalah Abdullah bin 'Utsman. Ada yang mengatakan bahwa puteri Nabi tersebut adalah Fatimah isteri Ali bin Abi Thalib, dan cucu Nabi tersebut adalah Muhsin bin Ali bin Abi Thalib.

Dan ada yang mengatakan bahwa puteri Nabi tersebut Zainab isteri Abdul 'Aash. Dan Zainab hanya memiliki dua anak dari Abdul 'Aash yaitu Ali dan Umaimah. Pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar bahwasanya cucu nabi yang disebutkan dalam hadits ini adalah Umamah binti Abdul 'Aaash. Akan tetapi Ibnu Hajar berpendapat bahwa Umamah setelah didatangi Nabi akhirnya sembuh dan tidak meninggal karena para ulama telah sepakat bahwasanya Umamah bin Abdul 'Aash hidup setelah meninggalnya Nabi, bahkan Umamah dinikahi oleh Ali bin Abi Tholib setelah wafatnya Fathimah radhiallahu 'anhaa. (Fathul Baari 3/156-157)

KEEMPAT : Tangisan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat jasad bapa saudaranya Hamzah bin Abdhil Muththalib disiat-belah.

Hamzah bapa saudara Nabi dan juga sekaligus saudara sepersusuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah Asadullah (singa Allah) seseorang yang sangat hebat dalam pertempuran di medan jihad.

Tatkala terjadi perang Badar diantara yang terbunuh oleh Hamzah dari kalangan musyrikin Mekah adalah Thu'aimah bin 'Adi, bapa saudara dari Jubair bin Muth'im.

Akhirnya Jubair bin Muth'im pun ingin membalas dendam kepada Hamzah, akhirnya ia memerintahkan budaknya yang bernama Wahsyi dari Habsyah untuk membunuh Hamzah dengan imbalan dia akan dimerdekakan.

Wahsyi menuturkan kisahnya :

إِنَّ حَمْزَةَ قَتَلَ طُعَيْمَةَ بْنَ عَدِىٍّ بِبَدْرٍ فَقَالَ لِى مَوْلاَىَ جُبَيْرُ بْنُ مُطْعِمٍ ِإِنْ قَتَلْتَ حَمْزَةَ بِعَمِّى فَأَنْتَ حُرٌّ. فَلَمَّا خَرَجَ النَّاسُ يَوْمَ عِينِينَ خَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ إِلَى الْقِتَالِ فَلَمَّا أَنِ اصْطَفُّوا لِلْقِتَالِ - قَالَ - خَرَجَ سِبَاعٌ فقال : مَنْ مُبَارِزٌ؟، قَالَ فَخَرَجَ إِلَيْهِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ يَا سِبَاعُ يَا ابْنَ أُمِّ أَنْمَارٍ يَا ابْنَ مُقَطِّعَةِ الْبُظُورِ أَتُحَادُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ثُمَّ شَدَّ عَلَيْهِ فَكَانَ كَأَمْسِ الذَّاهِبِ وَكَمَنْتُ لِحَمْزَةَ تَحْتَ صَخْرَةٍ فَلَمَّا دَنَا مِنِّى رَمَيْتُهُ بِحِرْبَتِي فَأَضَعُهَا فِى ثُنَّتِهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ وَرِكَيْهِ، فَكَانَ ذَلِكَ الْعَهْدُ بِهِ فَلَمَّا رَجَعَ النَّاسُ رَجَعْتُ مَعَهُمْ فَأَقَمْتُ بِمَكَّةَ حَتَّى فَشَا فِيهَا الإِسْلاَمُ ثُمَّ خَرَجْتُ إِلَى الطَّائِفِ فَأَرْسَلوا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رُسُلاً فقيل لي إِنَّهُ لاَ يَهِيجُ لِلرُّسُلِ.

قَالَ َخَرَجْتُ مَعَهُمْ حَتَّى قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا رَآنِى قَالَ « أَنْتَ وَحْشِىٌّ ». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « أَنْتَ قَتَلْتَ حَمْزَةَ ». قُلْتُ قَدْ كَانَ مِنَ الأَمْرِ مَا بَلَغَكَ قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تُغَيِّبَ عَنِّى وَجْهَكَ ». فَرَجَعْتُ فَلَمَّا تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَخَرَجَ مُسَيْلِمَةُ الْكَذَّابُ قُلْتُ لأَخْرُجَنَّ إِلَى مُسَيْلِمَةَ لَعَلِّى أَقْتُلُهُ فَأُكَافِئَ بِهِ حَمْزَةَ. فَخَرَجْتُ مَعَ النَّاسِ فَكَانَ مِنْ أَمْرِهِمْ مَا كَانَ فَإِذَا رَجُلٌ قَائِمٌ فِى ثَلْمَةِ جِدَارٍ كَأَنَّهُ جَمَلٌ أَوْرَقٌ ثَائِرٌ رَأْسُهُ فَأَرْمِيهِ بِحَرْبَتِى فَأَضَعُهَا بَيْنَ ثَدْيَيْهِ حَتَّى خَرَجَتْ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ وَدَبَّ إِلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَضَرَبَهُ بِالسَّيْفِ عَلَى هَامَتِهِ.

"Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu'aimah bin 'Adiy di perang Badar, maka Tuanku Jubair bin Muth'im berkata kepadaku, "Jika engkau membunuh Hamzah sebagai balasan terhadap bapa saudaraku, maka engkau bebas merdeka". Maka tatkala orang-orang (kaum kafir Mekah) keluar untuk perang Uhud maka akupun keluar bersama mereka untuk berperang. Maka tatkala mereka telah berbaris (*antara pasukan kafir dan pasukan kaum muslimin) untuk bertempur maka keluarlah Sibaa' dan berkata, "Siapa yang siap berdua melawanku?". Maka tentangan inipun disambut oleh Hamzah bin Abdil Muththalib, lalu ia berkata ; "Wahai sibaa', wahai putera Ummu Anmaar, Wahai putera Tukang sunatnya para wanita" (*kerana ibu Sibaa' adalah seorang wanita yang dikenal suka menyunat bayi-bayi perempuan), apakah engkau menentang Allah dan Rasulnya?". Lalu Hamzah pun memeranginya dengan sengit sehingga tewaslah Sibaa' seakan-akan ia tidak pernah ada.

Akupun bersembunyi di belakang sebuah batu untuk membunuh Hamzah. Tatkala Hamzah sudah dekat denganku maka akupun melemparnya dengan tombakku hingga mengenai bagian bawah pusatnya hingga keluar kebagian panggul belakangnya. Itulah kematian Hamzah.

Tatkala orang-orang kembali ke Mekah akupun pulang bersama mereka lalu aku tinggal di Mekah hingga islampun tersebar. Lalu akupun pergi ke Thoif. Lalu penduduk Thoif mengirim para utusan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk masuk Islam, dan dikatakan kepadaku bahwasanya para utusan tersebut sama sekali tidak akan terganggu. Maka akupun pergi bersama mereka (para utusan tersebut) hingga akupun menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tatkala Nabi melihatku maka ia berkata, "Apakah engkau Wahsyi?". Aku berkata, "Ya". Nabi berkata, "Engkau yang telah membunuh Hamzah?", Aku berkata, "Perkaranya sebagaimana berita yang sampai kepadamu". Nabi berkata, "Jika engkau mampu agar tidak menampakan wajahmu di hadapanku?". Aku lalu kembali ke Thoif. Dan tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan muncul Musailamah Al-Kadzdzab (*yang mengaku nabi baru) maka aku berkata, "Sungguh aku akan keluar untuk membunuh Musailamah, semoga aku membayar kesalahanku membunuh Hamzah". Lalu akupun keluar bersama orang-orang dan ternyata kejadiannya (ada semasa pembunuhan) sebagaimana yang terjadi (*iaitu terjadi peperangan dan terbunuh banyak sahabat). Tiba-tiba Musailamah berdiri di celah-celah dinding, seakan-akan ia adalah seekor unta yang abu-abu, rambutnya berdiri. Maka akupun melemparnya dengan tombakku maka mengenai dadanya hingga tembus ke belakang dan keluar diantara dua punggungnya. Lalu datanglah salah seorang dari kaum Anshar lalu memukulkan pedangnya ke kepala Musailamah" (HR Al-Bukhari no 4072)

Tombak yang digunakan Wahsyi untuk membunuh Musailamah Al-Kadzdzab itulah tombak yang telah ia gunakan untuk membunuh Hamzah bin Abdil Mutthalib. Wahsyi berkata,

فَرَبُّكَ أَعْلَمُ أَيُّنَا قَتَلَهُ؟ فَإِنْ أَكُ قَتَلْتُهُ فَقَدْ قَتَلْتُ خَيْرَ النَّاسِ وَشَرَّ النَّاسِ

"Dan Rabbmu yang lebih tahu siapa diantara kami berdua yang telah membunuh Musailamah, jika aku yang telah membunuhnya maka sungguh aku telah membunuh manusia terbaik dan manusia terburuk" (Diriwayatkan oleh At-Toyaalisi dalam musnadnya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 7/371)


Tatkala sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar meninggalnya Hamzah maka Nabipun menangis.

Jabir radhiallahu 'anhu berkata :

لمَاَّ بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَتْلُ حَمْزَةَ بَكَى، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَيْهِ شَهِقَ

"Tatkala sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kabar tewasnya Hamzah maka Nabipun menangis. Dan tatkala Nabi melihat jasadnya maka Nabipun teresak-esak keras" (Al-Haitsami dalam Majma' Az-Zawaaid 6/171 berkata : رَوَاهُ الْبَزَّارُ وَفِيْهِ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ بْنِ عَقِيْلٍ وَهُوَ حَسَنُ الْحَدِيْثِ عَلَى ضَعْفِهِ "Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar, dan pada sanadnya ada Abdullah bin Muhammad bin 'Aqiil, dan dia adalah seorang yang haditsnya baik meskipun ia seorang yang dho'if/lemah)
Dalam riwayat lain :
وَلَمَّا رَأَى مَا مُثِّلَ بِهِ شَهِقَ
"Tatkala Nabi melihat jasad Hamzah yang tersiat-belah maka beliaupun terisak keras" (HR Al-Haakim dalam Al-Mustadrok no 4900, dan Adz-Dzahabi berkata : "Shahih").
~Wallahu'alam
~JaksaKotaraja

Tiada ulasan:

Catat Ulasan